Monday, January 11, 2010

Teori Cara Mengukur Keberhasilan Pembangunan


Jan 11, 2010 moedz_ratna

Dalam bukunya ‘Teori Pembangunan Dunia Ketiga’, Arief Budiman mengemukakan ada empat hal tolak ukur atau indikator yang bisa dijadikan landasan berhasil tidaknya pembangunan di suatu negara, termasuk Indonesia, teori tersebut antara lain

a. Kekayaan rata-rata

Pembangunan dimaknai dalam arti pertumbuhan ekonomi. Sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Jadi yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau negara tersebut tiap tahunnya. Dalam bahasa teknis ekonominya GNP (Gross National Product ) dan PDB atau GDP (Product Domestik Bruto atau Gross Domestic Product). Pembangunan di sini diartikan sebgai jumlah kekayaan keseluruhan sebuah bangsa atau negara

b. Pemerataan

Bangsa atau negara yang berhasil melakukan pembangunan adalah bangsa atau negara selain mempunyai produktivitas yang tinggi, tetapi penduduknnya juga makmur dan sejahtera secara relatif merata. Tidak semua negara yang berhasil meningkatkan PNB/kapitanya berhasil juga dalam meratakan hasil-hasil pembangunannya. Demikian juga tidak semua negara yang masih rendah PNB/kapitanya menunjukkan ketimpangan yang tinggi dalam hal pemerataan.

c. Kualitas kehidupan

Salah satu cara untuk mengukur kesejahteraan penduduk sebuah negara adalah dengan menggunakan tolok ukur PQLI (Physical Quality of Life Index ). Tolok ukur ini diperkenalkan oleh Moris yang mengukur tiga indikator yaitu:

· rata-rata harapan hidup setelah umur satu tahun

· rata-rata jumlah kematian bayi

· rata-rata prosentasi buta dan melek huruf.

d. Kerusakan lingkungan

Sebuah negara yang tinggi produktivitasnya dan merata pendapatan penduduknya, bisa saja berada dalam sebuah proses untuk menjadi miskin. Hal ini misalnya, pembangunan yang menghasilkan produktivitas yang tinggi itu tidak mempedulikan dampak terhadap lingkungannya. Lingkungannya semakin rusak. Kriteria keberhasilan pembangunan yaitu faktor kerusakan lingkunagan sebagai faktor yang menentukan.

e. Keadilan Sosial dan kesinambungan

Pembangunan yang berhasil mempunyai unsur :

· Pertumbuhan ekonomi yang tinggi

· Berkesinambungan : tidak terjadi kerusakan sosial dan alam

Menurut sumber lain ada beberpa teori, antara lain

  • Teori Harrod-Domar: Tabungan dan Investasi


Teori ini mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tinggi rendahnya tabungan dan investasi. Pada intinya, teori ini menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah penyediaan modal untuk investasi.

  • Max Weber: Etika Protestan


Max Weber adalah seorang sosiolog Jerman yang dianggap sebagai bapak sosiologi modern. Menurutnya, peran agama adalah faktor yang menyebabkan munculnya kapitalisme di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Etika Protestan mengajarkan bahwa orang-orang bekerja keras untuk mencapai sukses, dan mereka akan mendapatkan imbala ndari Tuhan yatu masuk Surga. Hal inilah yang mendorong ekspansi kaum Barat menjelajahi dunia.

Disini saya tidak melihat bahwa Etika Protestan hanya utnuk orang Barat ataupun mereka yang beragama Protestan. Kita harus memandangnya sebagai suatu semangat kerja keras demi apa yang disebut pahala dan kesuksesan. Hal ini dilakukan demi pengabdian kepada agama mereka, bukan untuk hasil material. Oleh karena itu, Etika Protestan menjadi sebuah nilai tentang kerja keras tanpa pamrih untuk mencapai sukses.

  • David McClelland: Berprestasi atau n-Ach


McClelland tiba pada konsepnya yang terkenal, yaitu need for achievement, atau kebutuhan untuk berprestasi. Menurutnya, mirip dengan Etika Protestan, keinginan, dorongan untuk berprestasi ini tidak sekedar untuk meraih imbalan material yang besar. Ada kepuasan pribadi tersendiri apabila seseorang berhasil melaksanakan pekerjaannya dengan sempurna.

Selanjutnya menurutnya, apabila dalam sebuah masyarakat ada banyak orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, masyarakat tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

  • W.W. Rostow: Lima Tahap Pembangunan


Pada awal 50s, selepas Perang Dunia II, kebanyakan negara yang dijajah telah mendapat merdeka. Bawah regim komunis, negara yang baru merdeka merupakan Negara kapital telah cuba menggunakan polisi yang ketat bagi meletakkan negara yang kurang membangun kepada sebahagian pembangunan. Dalam perancangan U.S.Mashall telah berjaya mengubah daripada negara yang berasaskan pertanian kepada negara sedang membangun yang menjalankan kegiatan industri dan memimpin maklumat bagi teori tahap Rostow’s. Dalam peralihan daripada negara kurang membangun kepada negara membangun, beberapa tahap dalam proses bagi sesebuah negara haruslah dilalui. Rostow’s telah menghuraikan tahap-tahap ini kepada 5 tahap iaitu yang dikenali sebagai Teori Pembangunan Linear.

Kelima tahap tersebut adalah:

- Tahap 1: Masyarakat Tradisional (Tradisional Society)

Ilmu pengetahuan pada masyarakat ini masih belum banyak dikuasai. Masyarakat jenis ini masih dikuasai oleh hal-hal mistis. Masyarakat ini cenderung statis, dalam arti kemajuan berjalan dengan sangat lambat. Produksi digunakan untuk konsumsi. Tidak ada investasi.

- Tahap 2: Perubahan (Transitional Stage)

Dalam tahap ini, terdapat pertumbuhan tabungan, pelaburan dan pengusahaan. Kelebihan perdagangan akibat pertumbuhan telah menyokong kemunculan infrastruktur pengangkutan. Biasanya, keadaan ini terjadi akibat campur tangan dari luar, dari masyarakat yang sudah lebih maju. Campur tangani ini menggoyahkan masyarakat tradisional itu, dan di dalamnya mulai ada ide pembaharuan.

- Tahap 3: Lepas Landas (Take Off)

Ini adalah awal bagi proses pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, ditandai dengan 3 ciri utama dalam sektor ini yang dikenal pasti:

a. Terdapat peningkatan dalam peleburan secara produktif, yaitu mencapai pertumbuhan dari 5% menjadi lebih dari 10%.

b. Terdapat kadar pertumbuhan yang tinggi bagi pembangunan dalam satu atau beberapa sektor ekonomi.

c. Kewujudan yang cepat bagi rangka kerja politik, sosial, dan institusi yang mendorong perkembangan sektor modern.

- Tahap 4: Bergerak ke Arah Kedewasaan (Drive to Maturity)

Ini adalah tahap di mana semua rintangan atau halangan bagi lepas landas (take-off) diatasi. Masyarakat harus melancarkan diri kepada masyarakat yang dapat menampung keperluan asas bagi mencapai pertumbuhan ekonomi.

- Tahap 5: Konsumsi Massal yang Tinggi (High Mass Consumption)

Kenaikan pendapatan menyebabkan konsumsi tidak hanya untuk kebutuhan pokok saja, tetapi meningkat kepada kebutuhan hidup yang lebih tinggi. Produksi industri juga berubah, dari kebutuhan dasar menjadi barang knsumsi yang tahan lama. Pada titik ini, pembangunan sudah merupaka sebuah proses yang berkesinambungan, yang bisa menopang kemajuan secara terus menerus.

  • Bert F. Hoselitz: Faktor-Faktor Non-ekonomi


Faktor non-ekonomi ini disebut oleh Hoselitz sebagai faktor kondisi lingkungan, yang dianggap penting dalam proses pembangunan. Menurutnya, yang penting adalah keterampilan kerja tertentu, termasuk tenaga wiraswasta yang tangguh. Namun, itu saja tidak cukup. Untuk membangun diperlukan modal, dan modal itu didapat dari perbankan. Artinya, bank memiliki peran yang sentral dalam memajukan suatu daerah.

  • Alex Inkeles dan David H.Smith: Manusia Modern


Modernisasi, menunjukkan suatu proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan dengan nilai-nilai tradisi. Hal ini berhubungan dengan perubahan orientasi.

Yang dimaksudkan orientasi atau arah perubahan di sini meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yang mesti ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (3) suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah eksis atau ada pada masa lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau bangsa yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada berbagai bidang kehidupan, apakah aspek ekonomis, birokrasi, pertahanan keamanan, dan bidang iptek; namun demikian, tidaklah luput perhatian masyarakat atau bangsa yang bersangkutan untuk berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadian atau jati diri sebagai bangsa yang bermartabat.